Gunakan form dibawah untuk mencari aplikasi yg anda butuhkan via internet
Google

Selasa, 04 Maret 2008

Tarif progresif PLN ditunda (news update)

JAKARTA - Satu lagi program penghematan energi batal setelah ramai diberitakan. Mirip dengan nasib pembatasan BBM bersubsidi, pemberlakuan insentif dan disinsentif tarif listrik yang sedianya diberlakukan 1 Maret, urung diberlakukan. Sikap maju mundur pemerintah itu malah menciptakan keresahan di masyarakat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah meralat pengumuman pemberlakuan program insentif dan disinsentif tarif listrik. "Ditunda dulu," ujarnya usai Raker ESDM dengan Komisi VII DPR kemarin (3/3).

Penundaan itu memang tiba-tiba. Hingga kemarin siang, Direktur Pelayanan Pelanggan dan Niaga PT PLN Sunggu Anwar Aritonang masih menyatakan bahwa program insentif dan disinsentif diberlakukan 1 Maret. Bahkan, PLN telah melakukan sosialisasi hingga ke tingkat ranting PLN melalui pengumuman bernomor 02 PM/DIR/2008 tertanggal 29 Februari 2008.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Purnomo berkilah belum ada instruksi resmi dari Kementerian ESDM selaku regulator di sektor energi kelistrikan kepada PLN untuk memberlakukan tarif listrik progresif. "Kami berpegang pada petunjuk presiden," ujarnya.

Dia mengatakan, instruksi presiden sudah jelas. Yakni, dilakukan sosialisasi, baru dilakukan secara bertahap dan diuji coba dahulu. Hal itu, lanjut dia, sudah disampaikan kepada Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) dan direksi PLN selaku pelaksana di lapangan. "Jadi, sekali lagi, belum ada instruksi resmi," tegasnya.

Seperti diwartakan, dalam rangka menghemat subsidi listrik, pemerintah melalui PLN memberlakukan tarif progresif kepada semua pelanggan, baik rumah tangga, bisnis, maupun instansi pemerintah. Artinya, jika bisa berhemat, pelanggan berhak mendapat insentif atau diskon. Sebaliknya, jika boros, pelanggan akan dikenai disinsentif atau denda.

Namun, program itu mendapat tentangan kuat dari banyak pihak karena dianggap merugikan masyarakat selaku pelanggan PLN. Program tersebut juga menjadi topik hangat di berbagai media dalam tiga hari terakhir. Itu semua terkait langsung dengan kepentingan puluhan juta pelanggan PLN di seluruh Indonesia.

Selain itu, Komisi VII DPR yang membidangi sektor ESDM meminta program tersebut dikaji kembali. Ketua Komisi VII Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya memang sudah memanggil manajemen PLN pada 26 Februari lalu untuk meminta penjelasan terkait program insentif dan disinsentif. "Paparan PLN waktu itu kami anggap belum memuaskan. Karena itu, kami belum memberikan persetujuan dan meminta agar itu dikaji lagi," katanya.

Dari sini persoalan menjadi makin ruwet karena Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi J. Purwono mengaku sudah mengantongi persetujuan dari Komisi VII. Atas dasar itulah, pihaknya lalu memberi instruksi kepada PLN untuk menyosialisasikan program tersebut dan menjalankannya.

Klaim itu langsung dibantah oleh hampir semua anggota Komisi VII. Akibatnya, raker kemarin sore sempat tegang. Airlangga Hartarto lantas meminta J. Purwono menunjukkan dokumen pernyataan resmi Komisi VII terkait hal tersebut.

Purwono kemudian mengeluarkan dokumen risalah rapat antara Komisi VII dan manajemen PLN yang dilaksanakan pada 24 Januari 2008. Dalam risalah tersebut tertulis tiga poin.

Pertama, Komisi VII menginstruksikan kepada PLN untuk melakukan sosialisasi tentang bagaimana cara berhemat listrik.

Kedua, PLN diperbolehkan memberi penghargaan kepada pelanggan yang bisa berhemat. Ketiga, PLN diperbolehkan memberi sanksi kepada pelanggan yang boros listrik. "Inilah yang jadi pegangan kami," ujarnya.

Namun, hal itu dibantah Airlangga. Menurut dia, rapat pada 24 Januari adalah rapat panitia kerja (panja) sehingga tidak memiliki kewenangan memberikan rekomendasi terkait program insentif dan disinsentif. "Lagi pula, kami tidak merasa pernah mengeluarkan tiga keputusan tadi," katanya.

Anggota Komisi VII Effendi M.S. Simbolon kemudian melihat dokumen risalah tersebut. Di situ tertulis bahwa pimpinan sidang panja adalah Wakil Ketua Komisi VII Soetan Bhatugana. Namun, tidak ada tanda tangan pimpinan sidang.

Ketika dicek di meja Sekretariat Komisi VII, ditemukan surat yang isinya sama, lengkap dengan tanda tangan Soetan Bhatugana. "Ini harus diusut di internal Komisi VII. Jangan sampai ada manipulasi," tegasnya.

Untuk meredam suasana, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa terjadi misinterpretasi atas dokumen persetujuan tersebut. Karena itu, dengan klarifikasi tersebut, kini ada kesepahaman antara ESDM dan anggota dewan bahwa Komisi VII belum
memberikan persetujuan pemberlakuan tarif progresif. "Jadi, pemerintah akan mengkaji kembali," ujarnya.

Usai sidang, Purnomo mengaku belum bisa menentukan kapan program tersebut diberlakukan. Apakah mulai April? "Itu bergantung seberapa hebat PLN melakukan sosialisasi di masyarakat. Jadi, belum bisa dipastikan," katanya.

Bagaimana tanggapan PLN? Direktur Pelayanan Pelanggan dan Niaga PT PLN Sunggu Anwar Aritonang, yang hingga kemarin pagi masih giat menyosialisasikan program tersebut di dua stasiun televisi dan sebuah stasiun radio, hanya tersenyum kecut. "Apa yang diputuskan pemerintah, itu yang kami ikuti," tuturnya.

Dirut PT PLN Eddie Widiono menambahkan, meski pemberlakuan program insentif-disinsentif tidak jadi diberlakukan pada 1 Maret, pihaknya tetap melanjutkan langkah sosialisasi dan mengajak masyarakat berhemat. "Ini pesan moral yang baik," katanya.

Eddie juga mengaku, hingga kemarin belum menandatangani surat persetujuan pemberlakuan program insentif-disinsentif. "Itu alasan teknis, misalnya terkait sosialisasi," imbuhnya.

Bagaimana implikasi ditundanya program tersebut terhadap target penghematan subsidi listrik Rp 10 triliun? Eddie mengatakan, target itu akan berat tercapai. Sebab, lanjut dia, angka tersebut dibuat dengan asumsi program insentif-disnsentif diberlakukan mulai 1 Maret. "Jadi, mungkin angkanya perlu di-adjust lagi," ujarnya. (owi/kim)

Source : http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10106

Tidak ada komentar: